Selamatkan Negara Indonesia
oleh : Irwan Abubakar
1. jumlah penduduk Negra Indonesia ternyata terbesar keempat di dunia. Sumber data thun 2013 oleh BPS, jumlah penduduk Indonesia mengalami penambahan sekira 20 juta jiwa dari data sensus sebelumnya.
SP2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia berkisar 237.556.363 jiwa yang menempati luas wilayah memiliki luas kurang lebih 1,904,569 km2 dan saat ini (tahun 2012) penduduk di Indonesia telah mencapai angka 257.516.167 jiwa.
Melihat jumlah
Pendudk begitu banyak, pangan merupakan hal mendasar yang paling utama bagi
masyarakat. Pemenuhan pangan nasional bukan hanya masalah yang diemban oleh
petani, namun pemerintah dan seluruh elemen masyarakat juga perlu berperan
aktif di dalamnya.
Banyak pihak yang tak sadar bahkan tak tahu bahwa Indonesia sedang diujung krisis pangan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat yang tidak diimbangi dengan pertambahan produksi pangan nasional menjadi penyebab krisis pangan ke depan. Salah satu indikator yang dapat kita cermati adalah laju impor komoditas pangan nasional.
Tahun ini, Indonesia berencana akan kembali mengimpor beras sebesar 1,75 juta ton. Jika ini terealisasi, maka Indonesia merupakan importir beras terbesar kedua di dunia. Bukan hanya beras, ketergantungan pemenuhan kebutuhan pangan nasional utama lainnya terhadap impor juga cukup besar, seperti kedelai (70 persen), garam (50 persen), daging sapi (23 persen), dan jagung (11,23 persen).
Di sisi lain, dengan adanya perubahan iklim global, beberapa negara produsen yang merupakan penyuplai bahan pangan untuk Indonesia kini membatasi kuota ekspornya guna memenuhi kebutahan domestik di negarannya masing-masing.
Akibatnya jumlah beberapa komoditi yang diimpor oleh Indonesia di pasar global mengalami penurunan jumlahnya. Walaupun Indonesia mempunyai uang guna mencukupi kebutuhan pangan domestik melalui impor, jika negara yang dituju juga masih berkutat untuk memenuhi permintaan di dalam negerinya, maka hal ini akan menjadi polemik kedepannya bagi Indonesia.
Indikator ancaman krisis pangan lainnya juga tergambar dari daya beli masyarakat yang terus tergerus akibat lonjakan harga. Saat ini sejumlah komoditas pangan seperti beras, minyak goreng, cabe, tahu, tempe, daging sapi dan daging ayam terus mengalami kenaikan yang sangat signifikan.
Untuk itu lah, pemerintah perlu melakukan berbagai regulasi guna menunjang upaya peningkatan produksi pangan Indonesia agar Indonesia kedepan terhindar dari ancaman krisis
2. Respon utama terhadap ancaman krisis pangan global tentunya dengan membangun komitmen setiap bangsa atau negara untuk memenuhi ketahanan pangan bagi rakyatnya. Ketahanan pangan suatu negara dapat ditempuh melalui jalur impor pangan atau swasembada pangan. Hanya saja, ketergantungan pada pangan impor akan membawa resiko tinggi bagi suatu negara. Pasokan pangan impor dapat terhenti secara tiba-tiba misalnya karena embargo, instabilitas politik, perang, bencana alam, ataupun kebijakan perdagangan suatu negara. Belum lagi adanya fakta ancaman global warming dan kebijakan banyak negara produsen pangan mengkonversi bahan bakar fosil ke bahan bakar nabati (bio-fuel), hal ini terbukti mempengaruhi stok pangan dunia dan berdampak pada terus melambungnya harga pangan dunia. Beberapa resiko tersebut mendorong setiap negara menempuh jalur swasembada pangan sebagai dasar untuk mencapai kemandirian pangan tanpa tergantung dari negara lain sehingga dapat tercipta kemandirian suatu bangsa.
Banyak pihak yang tak sadar bahkan tak tahu bahwa Indonesia sedang diujung krisis pangan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat yang tidak diimbangi dengan pertambahan produksi pangan nasional menjadi penyebab krisis pangan ke depan. Salah satu indikator yang dapat kita cermati adalah laju impor komoditas pangan nasional.
Tahun ini, Indonesia berencana akan kembali mengimpor beras sebesar 1,75 juta ton. Jika ini terealisasi, maka Indonesia merupakan importir beras terbesar kedua di dunia. Bukan hanya beras, ketergantungan pemenuhan kebutuhan pangan nasional utama lainnya terhadap impor juga cukup besar, seperti kedelai (70 persen), garam (50 persen), daging sapi (23 persen), dan jagung (11,23 persen).
Di sisi lain, dengan adanya perubahan iklim global, beberapa negara produsen yang merupakan penyuplai bahan pangan untuk Indonesia kini membatasi kuota ekspornya guna memenuhi kebutahan domestik di negarannya masing-masing.
Akibatnya jumlah beberapa komoditi yang diimpor oleh Indonesia di pasar global mengalami penurunan jumlahnya. Walaupun Indonesia mempunyai uang guna mencukupi kebutuhan pangan domestik melalui impor, jika negara yang dituju juga masih berkutat untuk memenuhi permintaan di dalam negerinya, maka hal ini akan menjadi polemik kedepannya bagi Indonesia.
Indikator ancaman krisis pangan lainnya juga tergambar dari daya beli masyarakat yang terus tergerus akibat lonjakan harga. Saat ini sejumlah komoditas pangan seperti beras, minyak goreng, cabe, tahu, tempe, daging sapi dan daging ayam terus mengalami kenaikan yang sangat signifikan.
Untuk itu lah, pemerintah perlu melakukan berbagai regulasi guna menunjang upaya peningkatan produksi pangan Indonesia agar Indonesia kedepan terhindar dari ancaman krisis
2. Respon utama terhadap ancaman krisis pangan global tentunya dengan membangun komitmen setiap bangsa atau negara untuk memenuhi ketahanan pangan bagi rakyatnya. Ketahanan pangan suatu negara dapat ditempuh melalui jalur impor pangan atau swasembada pangan. Hanya saja, ketergantungan pada pangan impor akan membawa resiko tinggi bagi suatu negara. Pasokan pangan impor dapat terhenti secara tiba-tiba misalnya karena embargo, instabilitas politik, perang, bencana alam, ataupun kebijakan perdagangan suatu negara. Belum lagi adanya fakta ancaman global warming dan kebijakan banyak negara produsen pangan mengkonversi bahan bakar fosil ke bahan bakar nabati (bio-fuel), hal ini terbukti mempengaruhi stok pangan dunia dan berdampak pada terus melambungnya harga pangan dunia. Beberapa resiko tersebut mendorong setiap negara menempuh jalur swasembada pangan sebagai dasar untuk mencapai kemandirian pangan tanpa tergantung dari negara lain sehingga dapat tercipta kemandirian suatu bangsa.
Problem
Swasembada pangan dapat ditempuh dengan modernisasi pertanian melalui intensifikasi pertanian, antara lain memanfaatkan berbagai jenis teknologi berbahan dasar kimia sintetis (pupuk kimia, hormon kimia, pestisida kimia, dll.). Tetapi sejarah panjang intensifikasi pertanian yang diterapkan oleh hampir semua negara produsen pangan, telah berujung pada stagnasi produksi, kerusakan ekosistem pertanian, dan membengkaknya biaya produksi.
Studi kasus di Indonesia bahwa sejak akhir tahun delapan puluhan, mulai tampak terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Produksi tanaman tidak menunjukkan kecenderungan meningkat walaupun telah digunakan varietas unggul yang memerlukan pemeliharaan dan pemupukan secara intensif melalui bermacam-macam paket teknologi. Malah sebaliknya telah berdampak antara lain meningkatnya degradasi lahan (fisik, kimia dan biologis), meningkatnya residu pestisida dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan gulma, berkurangnya keanekaragaman hayati, serta terganggunya kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran lingkungan.
Swasembada pangan dapat ditempuh dengan modernisasi pertanian melalui intensifikasi pertanian, antara lain memanfaatkan berbagai jenis teknologi berbahan dasar kimia sintetis (pupuk kimia, hormon kimia, pestisida kimia, dll.). Tetapi sejarah panjang intensifikasi pertanian yang diterapkan oleh hampir semua negara produsen pangan, telah berujung pada stagnasi produksi, kerusakan ekosistem pertanian, dan membengkaknya biaya produksi.
Studi kasus di Indonesia bahwa sejak akhir tahun delapan puluhan, mulai tampak terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Produksi tanaman tidak menunjukkan kecenderungan meningkat walaupun telah digunakan varietas unggul yang memerlukan pemeliharaan dan pemupukan secara intensif melalui bermacam-macam paket teknologi. Malah sebaliknya telah berdampak antara lain meningkatnya degradasi lahan (fisik, kimia dan biologis), meningkatnya residu pestisida dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan gulma, berkurangnya keanekaragaman hayati, serta terganggunya kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran lingkungan.
Solusi
Fakta-fakta tersebut menjelaskan bahwa praktek pertanian dengan hight eksternal input (input luar yang tinggi) seperti penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia ’yang tidak bijaksana’, telah membawa kesadaran baru bagi segenap pihak yang berkepentingan dengan pembangunan pertanian untuk kembali menyusun strategi baru dalam menanggulangi krisis tersebut.berawal dengan Karya Anak Bangsa dngan aktifitas di tahun 1985 khususnya di subsektor hortikultura dngan mencermati lewat penelitian dan pengembangan khususnya perbaikan Lingkungan Hidup/ ekosistem sub sektor pertanian yakni : produk pupuk organik cair dan hormon cair/Zat pengatur Tumbuh organik serta beberapa teknik Budidaya - 1996 atas permintaan beberapa orang karena hasilnya sangat positif maka digunakan untuk memperhatikan kondisi agrokompleks di indonesia. memasuki 2002 maka di perluaskan dngan sistem jaringan pupuk organik memakai merk NAZA (Nusantara Subur Alami) dam Hormonik (Hormon Organik) dengan Nma PT. Natural Nusantara, sehingga di kembangkan lebih luas ke Sub sektor peternakan dan Perikanan yang menghasilkan produ2 utk peningkatan peternkan dan perikanan yakni : Veterna (Vitamin Ternak Natural), Ton ( Tambak Organik Nusantara) begitu juga ada pengembangan lebuh lanjut untuk pertanian seperti SUPERNASA merupakan pupuk dasar tanaman sekaligu sperbaikan tanah dan POWER NUTRITION yakni pupuk husus Tanaman Buah dan Tahunan, serta berlanjut sampai menghasilkan produk-produk alami untuk pengendalian Hama seperti GLIO (pengendalian penyakit Layu), BVR (pengendali wereng, Walang Sangit), dan berbasis Virus VITURA dan Virexi (Pengendali ulat grayak), dan pengendali hama adalah PESTONA dan Metilat untuk pengendali alami lalat buah.
Inilah Karya Anak Bangsa
Fakta-fakta tersebut menjelaskan bahwa praktek pertanian dengan hight eksternal input (input luar yang tinggi) seperti penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia ’yang tidak bijaksana’, telah membawa kesadaran baru bagi segenap pihak yang berkepentingan dengan pembangunan pertanian untuk kembali menyusun strategi baru dalam menanggulangi krisis tersebut.berawal dengan Karya Anak Bangsa dngan aktifitas di tahun 1985 khususnya di subsektor hortikultura dngan mencermati lewat penelitian dan pengembangan khususnya perbaikan Lingkungan Hidup/ ekosistem sub sektor pertanian yakni : produk pupuk organik cair dan hormon cair/Zat pengatur Tumbuh organik serta beberapa teknik Budidaya - 1996 atas permintaan beberapa orang karena hasilnya sangat positif maka digunakan untuk memperhatikan kondisi agrokompleks di indonesia. memasuki 2002 maka di perluaskan dngan sistem jaringan pupuk organik memakai merk NAZA (Nusantara Subur Alami) dam Hormonik (Hormon Organik) dengan Nma PT. Natural Nusantara, sehingga di kembangkan lebih luas ke Sub sektor peternakan dan Perikanan yang menghasilkan produ2 utk peningkatan peternkan dan perikanan yakni : Veterna (Vitamin Ternak Natural), Ton ( Tambak Organik Nusantara) begitu juga ada pengembangan lebuh lanjut untuk pertanian seperti SUPERNASA merupakan pupuk dasar tanaman sekaligu sperbaikan tanah dan POWER NUTRITION yakni pupuk husus Tanaman Buah dan Tahunan, serta berlanjut sampai menghasilkan produk-produk alami untuk pengendalian Hama seperti GLIO (pengendalian penyakit Layu), BVR (pengendali wereng, Walang Sangit), dan berbasis Virus VITURA dan Virexi (Pengendali ulat grayak), dan pengendali hama adalah PESTONA dan Metilat untuk pengendali alami lalat buah.
Inilah Karya Anak Bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar